Selasa, 29 Mei 2012


Passing Grade !! Sebuah Kebenaran atau Kebohongan??


Hmm..Passing Grade,, apakah itu memang benar benar ada?? Ok mari kita lihat uraian berikut. Ada pertanyaan yang menurut Saya adalah sesuatu yang salah kaprah diantara anak SMA yang mau masuk kuliah. Pertanyaan yang berkaitan dengan pertimbangan memilih suatu jurusan. Berikut contoh pretanyaannya




“Klo jurusan ini Passing Gradenya berapa ya?”
Atau
“Jurusan ini pasing Grade nya tinggi atau rendah?”

Malah yang lebih parah
“Jurusan ini ama jurusan ini tinggian mana passing gradenya?”

– “Emang ada apa dengan pertanyaan-pertanyaan tadi? Ada yang salah ya?”

Ok… kalau siapa pun anda yang merasa tidak ada yang salah dengan pertanyaan itu. Maka sudah resmi anda dinyatakan sebagai korban marketing Bimbel.

– “Apa itu korban marketing Bimbel?”
Sebelum saya menjelaskan nya. Saya ingin mengajukan pertanyaan yang harap anda jawab. “Apakah Passing Grade itu?”

Sebelum kalian membuka google dan mengetikkan kata “passing grade” di kolom searchnya

Saya akan menjawab terlebih dahulu menurut versi saya.

Passing Grade memiliki makna yang ambigu menurut saya.
1. passing grade = batasan nilai minimum untuk masuk jurusan berdasar pada nilai ujian SNMPTN tahun yg lalu.
2. passing grade = batasan nilai minimum untuk masuk jurusan berdasar pada data statistik nilai try out bimbel

Jika anda percaya pada makna yang no 1. Maka saya ingin memberikan info bahwa nilai ujian SNMPTN tidak pernah dikeluarkan oleh panitia SNMPTN… Percayalah… Saya akan memberi anda waktu untuk melakukan search di google, untuk mencari passing grade yang dikeluaran secara resmi oleh situs SNMPTN resmi atau situs perguruan tinggi resmi.

–”Tahunya resmi bagaimana?”
lihat saja domainnya. Kalau belakangnya **.ac.id itu resmi sedangkan yang lain itu bikinan orang, atau organisasi tertentu yang tujuannya bisa bermacam dan belum valid.

Ok sudah dicari? Saya yakin tidak ada yang secara resmi dikeluarkan oleh panitia SNMPTN
Kenapa saya begitu yakin? Karena kalau nilai hasil SNMPTN dikeluarkan secara resmi, seperti nilai ulngan SMA, maka akan banyak orang yang protes, karena pada saat mencocokkan sendiri merasa nilainya tidak seharusnya segitu. (biasanya sih karena lebih kecil dibandingkan perkiraan).

So coba cek dari mana anda mendapat info passing grade tersebut. Dari bimbel kaaann?… Coba tanya ke bimbelnya dari mana dapat nilai passing grade. Pasti merujuk ke definisi passing grade yang no 2.
Nah jika anda termasuk percaya pada definisi passing grade yang no 2 coba pertimbangkan masak-masak sebelum percaya.

apakah peserta SNMPTN bisa dibandingkan dengan Try out deari segi jumlah
apakah suasana dan keseriusan pelaksanaan Try Out setara dengan SNMPTN
apakah anda tahu betul metode statistik yang digunakan untuk menghasilkan pasiing grade dari Try Out
Jika sampai ini anda sudah mulai percaya bahwa tidak seharusnya mempercayai passing grade. Saya akan mengutip Syahrini ” Alhamdulillah ya…”

Jika anda masih membandel dan bimbang karena selama ini sudah terlajur terlalu lama memegang passing grade sebagai acuan. Dan timbul pertanyaan kenapa sampai muncul passing grade?

Begini ceritanya

Semua nya berawal dari Try Out

Bimbel melaksanakan Try Out sebagai ajang latihan bagi siswa SMA, biasanya umum juga boleh ikut, untuk mengukur kesiapan siswa SMA menghadapi SNMPTN.

Try Out merupakan cara yang efektif untuk melakukan simulasi dan mengukur apakah siswa sudah siap menghadapi SNMPTN dan mengetahui bagian mana yang masih perlu untuk ditingkatkan dalam belajarnya

Tapi hubungan secara langsung Try Out dengan kelulusan SNMPTN sebenernya tidak ada.

Gini, kalau ada siswa yang ikut Try Out 100 kali dan hasilnya selalu baik, tidak secara langsung menjamin kelulusan siswa tersebut. Benar bukan? Jadi lebih percaya diri menghadapi SNMPTN. iya.. Jadi tahu masih kurang belajarnya dibagian mana iya…

Untuk memaksimalkan manfaat Try Out, supaya bisa digunakan mengukur kira2 apakah kemampuan siswa sudah mencukupi memasuki jurusan yang diinginkan. Dibuatlah passing grade. Yaitu perkiraan nilai Try Out minimal yang dibutuhkan untuk seolah-olah bisa lulus masuk ke jurusan yang diinginkan.

Cara memperkirakan menentukan nilai minimal try out untuk bisa lulus ke suatu jurusan adalah rahasia dari Bimbel.

Namun menurut prediksi saya, Bimbel mengolah data nilai hasil try out tahun sebelumnya. Yaitu data nilai try out dari siswa bimbelnya yang lulus ke suatu jurusan univ tertentu, misal STEI ITB. Nilai2 try out mereka dilihat sebarannya, dan standar rata2 atau pencilan yang akan dipakai. Dari situ keluarlah data yang kemudian diasumsikan sebagai nilai minimal untuk memasuki suatu jurusan pada tahun lalu. Disebut passing grade

Kalau nanti kalian sudah belajar mengenai statistik di kuliah pasti mengerti. :)

Jadi nilai passing grade ini sangtlah subjektif. Tapi sangat berguna untuk mengukur apakah kira2 kemampuan siswa sudah mencukupi.

Sampai di sini saya masih menganggap passing grade adalah sesuatu yang positif.

Seiring berjalannya waktu, passing grade dijadikan acuan untuk menentukan memilih jurusan. Ini bagian yang saya tidak setuju. Apalagi ada beberapa bimbel yang mengutamakan siswanya lulus SNMPTN tanpa menghiraukan siswa tersebut cocok di jurusan itu atau tidak. Meluluskan siswa di SNMPTN menjadi suatu hal yang sangat penting bagi bimbel, tapi bukan berarti tidak memperdulikan bagaimana minat siswa tersebut

contoh:

– Siswa: “Saya bingung nih mau masuk jurusan A atau jurusan B”
– Oknum: “lihat saja passing gradenya, pilih saja yang kecil”

pembicaraan di atas analoginya seperti ini

– Siswa: “Saya bingung nih mau pergi ke Surabaya atau ke Bandung”
– Oknum: “Pilih saja yang tiketnya murah”
lho sebenarnya ini tujuannya perginya ngapain dulu nih?

Tapi ga semua Bimbel begini koq.

Menurut saya, seharusnya siswa yang masih bingung memilih jurusan, dibantu untuk cari tahu minatnya paling sesuai dengan jurusan apa. Bukan disodori cara paling mudah untuk melanjutkan kuliah tanpa menghiraukan konsekuensi salah jurusan.

Oh salah jurusan ini hal yang sangat menyeramkan. Bayangkan anda lolos SNMPTN namun setelah berada di jurusan tersebut, ternyata itu bukan minat anda. Bisa jadi anda tidak akan pernah menyelesaikan kuliah tersebut alias DO. Banyak kasus DO ITB karena alasan semacam ini.

–”Saya belum tahu minat saya, bagaimana dong?”

Tenang, jangan panik. begini tips dari saya untuk mengetahui minat anda di jurusan apa.
Cari informasi mengenai semua jurusan sedetilnya. Mulai dari mempelajari apa, mata kuliahnya apa saja, praktikumnya seperti apa, lulusannya bekerja di mana, kerjanya seperti apa dan ngapain aja.

Cari informasi ini bisa dilakukan dengan browsing di situs resmi universitas/jurusan, tapi yang paling efektif bertanya langsung dengan alumni yang pernah kuliah di jurusan tersebut.

Kalau sudah mendapatkan semua informasi, pasti ada jurusan yang menurut anda keren, gua banget.

Kalau belum berarti informasinya belum banyak :) mari bersemangat untuk mencari informasi lagi dan lagi.

Nah jika sudah tahu jurusannya apa. Barulah lihat seberapa besar tingkat kompetensi atau peluang untuk masuk ke jurusan tersebut. Dan tingkat kompetensi yang paling valid adalah dilihat dari tingkat kesulitan relatif yang dikeluarkan oleh universitas.

Passing grade, di sini boleh dijadikan referensi namun bukan yang utama.
Jadi menurut saya passing grade sebaiknya dilihat setelah anda tahu jurusan apa yang akan anda pilih. Dan digunakan untuk mengukur kemampuan anda apakah sudah cukup atau tidak.


Sumber : http://www.masukitb.com/c/2583
http://blogsnmptn.blogspot.com/


UGM Tolak UN untuk Masuk PTN


Universitas Gadjah Mada (UGM) masih enggan menggunakan nilai Ujian Nasional (UN) sebagai alat penjaringan mahasiswa baru. Alasannya, tujuan pelaksanaan UN berbeda dengan tujuan penerimaan mahasiswa dalam mekanisme Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Hal tersebut ditegaskan Rektor UGM Prof Sudjarwadi yang memastikan tidak akan memanfaatkan nilai UN untuk menjaring mahasiswa baru UGM tahun 2012. Menurut dia, ada perbedaan cukup signifikan antara soal UN dengan materi ujian dalam SNMPTN. ”Yang namanya cita-cita tidak masalah tetapi belum dalam waktu dekat (akan diterapkan) karena kami belum confident. Masih banyak yang harus diteliti,” katanya saat diklarifikasi Kamis (29/12).
Otonomi Pendidikan Harus Disikapi Bijaksana
Desentralisasi pendidikan sebagaimana amanat dalam UU Nomor 32/2004 merupakan sebuah sistem manajemen untuk mewujudkan pembangunan pendidikan yang menekankan pada kebhinnekaan. Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 7 ayat (1), kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, fiskal/moneter, dan agama, serta kewenangan lain yang diatur secara khusus.
Selain itu, semuanya menjadi kewenangan daerah, termasuk di dalamnya bidang pendidikan. Tujuan pemberian kewenangan dalam penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, pemerataan dan keadilan, demokratisasi dan penghormatan terhadap budaya lokal, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.
Menurut Ketua Dewan Pendidikan Propinsi DIY, Prof. Wuryadi, satu hal yang tidak boleh dilupakan di dalam pelaksanaan otonomi pendidikan ialah jangan sampai menimbulkan sikap mementingkan kepentingan diri sendiri. Misalnya, antara sekolah yang satu dengan yang lain tidak saling berkoordinasi dan hanya mengedepankan kepentingan pribadinya. “ Tidak peduli dengan jalannya pendidikan di institusi lain. Ini yang berbahaya kalau kita tidak menyikapinya dengan bijaksana,” ujar Wuryadi ketika berbicara dalam Diskusi ‘Menggagas Pendidikan untuk Semua’ di Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri, Rabu (8/12). Diskusi ini merupakan salah satu rangkaian acara ‘Festival Indonesia 100%’ yang digelar oleh BEM KM UGM.
Selain berbicara persoalan otonomi pendidikan, Wuryadi dalam kesempatan itu juga kembali mempertanyakan kebijakan pemerintah mengenai pelaksanaan Ujian Nasional (UN). Pemerintah menetapkan siswa yang telah lulus UN-lah yang dapat masuk di bangku perguruan tinggi. Menurutnya, korelasi antara UN dengan prestasi akademik ketika menjadi mahasiswa sangatlah kecil. “Penelitian sudah dilakukan di IPB dan ITB. Justru korelasi yang besar adalah antara prestasi mahasiswa dengan nilai rapor selama studi,” imbuhnya.
Wuryadi juga kembali mengingatkan kebijakan UN yang pernah dilarang oleh Mahkamah Agung (MA) karena dinilai belum memenuhi nilai-nilai standar yang disyaratkan secara lengkap. Meskipun demikian, pemerintah sampai saat ini berketetapan akan terus melaksanakan UN. “Kurikulumnya memang berdasarkan kompetensi. Namun, ujian nasionalnya tidak sesuai kompetensi,” tambah Wuryadi.
Sementara itu, pengamat pendidikan, Eko Prasetyo, dalam kesempatan itu mengatakan pendidikan bukan saja dilihat dari hasilnya, melainkan juga dari proses yang dilalui. Pengetahuan yang diperoleh dari sebuah pendidikan setidaknya harus berdampak dari sisi historis, berimplikasi sosial, dan rekonstruksi sosial. “ Kalau itu tidak terjadi, maka tentu pendidikan tidak akan membuat kita matang secara emosi,” terang Eko.
Ironisnya, menurut Eko, lambat-laun pendidikan hanya menjadi sebuah ritual belaka, misalnya, ketika berlangsungnya orientasi mahasiswa baru (OPSPEK) di perguruan tinggi, KKN hingga wisuda. Jika pemerintah, DPR beserta masyarakat tidak segera duduk bersama mencari solusi pelaksanaan pendidikan yang bervisi kerakyatan, ditakutkan pragmatisme dan komersialisasi pendidikan akan terus berlangsung. (Humas UGM/Satria AN : www.ugm.ac.id)
UGM Tolak UN untuk Masuk PTN
Universitas Gadjah Mada (UGM) masih enggan menggunakan nilai Ujian Nasional (UN) sebagai alat penjaringan mahasiswa baru. Alasannya, tujuan pelaksanaan UN berbeda dengan tujuan penerimaan mahasiswa dalam mekanisme Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Hal tersebut ditegaskan Rektor UGM Prof Sudjarwadi yang memastikan tidak akan memanfaatkan nilai UN untuk menjaring mahasiswa baru UGM tahun 2012. Menurut dia, ada perbedaan cukup signifikan antara soal UN dengan materi ujian dalam SNMPTN. ”Yang namanya cita-cita tidak masalah tetapi belum dalam waktu dekat (akan diterapkan) karena kami belum confident. Masih banyak yang harus diteliti,” katanya saat diklarifikasi Kamis (29/12).
Dia mengatakan, tujuan pelaksanaan UN adalah untuk mengevaluasi kemampuan siswa selama mengikuti pendidikan jenjang menengah. Sedangkan tes SNMPTN adalah menjaring calon mahasiswa sesuai dengan minat dan bakatnya. ”Dari segi akademis, selain tujuannya berbeda juga tes masuk perguruan tinggi menggunakan soal yang multiobjektif,” jelasnya.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, anggota Koordinator UN Tingkat Pusat yang juga anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Prof Djemmari Mardapi mengatakan bahwa sesuai dengan PP Nomor 19 Tahun 2005, nilai UN bisa digunakan sebagai syarat masuk PTN asalkan pelaksanaannya kredibel. Ada beberapa indikator UN dianggap kredibel, seperti laporan dari pengawas, guru dan perguruan tinggi (PT) yang ditunjuk hingga perbandingan hasil UN antar daerah.
Saat ini, baru Universitas Negeri Padang (UNP) yang sudah menggunakan nilai UN sebagai syarat masuk dalam ujian mandirinya. ITB, Universitas Negeri Medan (Unimed), dan Universitas Negeri Surabaya (Unesa) menyatakan sudah siap untuk menggunakan UN sebagai syarat masuk. Kemendikbud menyarankan adanya mekanisme pembobotan antara nilai UN dengan tes skolastik yang digelar PTN.
Menanggapi hal ini, Sudjarwadi menegaskan bahwa lulus UN menjadi salah satu syarat wajib bagi siswa yang ingin ikuti SNMPTN. Selain itu, nilai UN juga jadi salah satu syarat dalam penerimaan mahasiswa baru lewat jalur undangan maupun penelusuran bibit unggul. ”Selama ini sudah jadi syarat pelengkap untuk jalur undangan,” katanya.
Keengganan UGM menggunakan UN sebagai syarat masuk PTN, menurut Sudjarwadi, tidak bisa dikatakan UGM menolak rencana Kemendikbud menjadikan UN sebagai sistem menjaring mahasiswa baru. Rencana ini, kata dia, juga sudah menjadi bahasan para rektor universitas se-Indonesia. ”Tapi kan tidak sesederhana seperti itu,” tuturnya.
Menurut dia, kebijakan itu tidak bisa diterapkan tergesa-gesa, termasuk alternatif melakukan pembobotan antara tes masuk PTN yang dilakukan mandiri dengan nilai UN. Kebijakan baru bisa diterapkan setelah melakukan kajian intensif karena ada hal detail yang perlu dipelajari lebih dulu. ”Jadi kalau untuk menggantikan (SNMPTN) kayaknya masih belum untuk tahun depan,” tegasnya.